04 Februari 2011

PERBEDAAN ANTARA NGENGAT, KUPU-KUPU DAN SKIPPERS

Yos F. da Lopes
Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering (MPLK) Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Jl. Adisucipto Penfui P. O. Box. 1152 Kupang 85011 - Nusa Tenggara Timur


Seperti serangga pada umumnya, ngengat (moth), kupu-kupu (butterfly), dan skippers memiliki eksoskeleton dan tungkai bersendi, tetapi tidak seperti serangga lainnya, ketiga serangga ini memiliki sayap membranous (berselaput) dan ditutupi sisik berpigmen, oleh karena itu, dalam taksonomi disebut "Lepidoptera," atau "sayap bersisik." Ngengat, biasanya memiliki pola dan warna yang polos, aktif pada malam hari. Kupu-kupu, memiliki pola dan warna yang mencolok dan aktif pada siang hari. Skippers, berada pada tahap peralihan dari karakteristik baik ngengat maupun kupu-kupu. Gabungan ngengat, kupu-kupu, dan skippers mencapai dua ratus ribu spesies yang tersebar di seluruh dunia dan lebih dari 10.000 spesies terdapat di Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko utara. Spesies ngengat lebih banyak daripada gabungan antara spesies kupu-kupu dan skippers, dengan perbandingan sekitar 8:1. Kupu-kupu dan skippers adalah kelompok monofiletik dalam Lepidoptera, tapi "ngengat" adalah kelompok paraphyletic (Troy, 2004c).



Ngengat (moth):
  • Saat istirahat, sayap diletakkan secara horizontal atau menempel di atas/di sekitar abdomen; jarang, sayap diletakkan bersama-sama secara vertikal di atas tubuh, seperti pada kupu-kupu (Troy, 2004b).
  • Dewasa (imagos) biasanya memiliki antenna berbulu (feathery), menebal (thickened), atau seperti benang, tidak memiliki knob atau hook, seperti pada kupu-kupu dan skippers, dan kebanyakan aktif pada malam hari (Troy, 2004b).
Antenne pada Ngengat Jantan (Lepidoptera, tipe Plumose): berbulu (feathery, A); ujung tanpa knob atau hook (B). Bagian-bagian antenna: scape (1 = ruas pertama/dasat antenne), pedicel (2 = ruas kedua antenne), flagella ( 3 = ruas ketiga antenne dan seterusnya).
  • Beberapa spesies memiliki pola sayap berwarna-warni dan aktif pada siang hari. Ngengat Tegeticula yuccasella, memiliki kekhasan dengan fitur warna yang sederhana - putih, coklat dan coklat keabu-abuan (Jay, 1996).
  • Ketika berkepompong di atas tanah, pupa memiliki kokon yang terbuat dari sutra, sering dikombinasikan dengan bahan-bahan alam lainnya seperti daun atau bulu tubuh mereka sendiri. Kebanyakan larvanya berkepompong dalam tanah (Troy, 2004c).
  • Contoh: Owlet Moth - Ponometia candefacta Hodges

Kupu-kupu (butterfly):
  • Saat istirahat, sayapnya diletakkan menyebar ke arah atas atau posisi vertikal terhadap tubuhnya (Jay, 1996; Troy, 2004c).
  • Memiliki antena yang diakhiri dengan knob.
Antenne pada Kupu-kupu (Lepidoptera, tipe Clavate): ujung dengan knob (A). B = flagella (ruas ketiga antenne dan seterusnya).
  • Memiliki pola dan warna yang mencolok dan aktif pada siang hari
  • Kupu-kupu berkepompang telanjang (tanpa pelindung)  yang dikenal sebagai chrysalis (Troy, 2004c).
  • Contoh: American Painted Lady Butterfly - Vanessa virginiensis.

Skippers:
  • Skippers, terbang dengan cara yang tidak menentu (erratic flight), biasanya meletakkan sayap pendeknya, seperti kupu-kupu, dalam posisi vertikal dekat di atas tubuhnya (Jay, 1996) tetapi pada sudut yang sedikit berbeda sehingga kedua pasang sayapnya mudah dilihat (Jay, 1996; Smith, 2003; Troy, 2004c); kebanyakan aktif pada siang hari (Troy, 2004c).
  • Memiliki antena yang halus, bukan ringan berbulu (Smith, 2003; Troy, 2004c), yang berakhir dengan knob yang sering memiliki tambahan seperti pengait (Jay, 1996) dan mengait ke belakang, bukan mengumpul di ujungnya (Smith, 2003).
Antenne pada Little Glassywing Skipper Pompeius verna (Lepidoptera, tipe Clavate): ujung antenne dengan knob (A) dengan tambahan hook (B). C = flagella (ruas ketiga antenne dan seterusnya).
  • Memiliki berbagai warna dan pola, terkadang bervariasi pada setiap individu dalam suatu spesies (Jay, 1996). Sikpper memiliki otot, tubuh yang lebih gemuk bila dibandingkan dengan kupu-kupu yang tubuhnya lebih ramping.
  • Memiliki family tersendiri, Hesperiidae, ordo Lepidoptera; terdapat sekitar 3.500 spesies (Smith, 2003). 
  • Contoh: Ocola Skipper Butterfly - Panoquina ocola

Referensi:
  • Jay, Sharp. 1996. The Moth, the Butterfly and the Skipper. How to Tell Them Apart. Copyright ©1996-2011 DesertUSA.com and Digital West Media, Inc. http://www.desertusa.com/animals/moth-butterfly-skipper.html. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2011.
  • Smith, S.E. 2003. What are Skippers?  Edited by Bronwyn Harris. Copyright © 2003 - 2011, conjecture corporation. http://www.wisegeek.com/what-are-skippers.htm. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2011.
  • Troy Bartlett, 2004b.  Moths. Identification, Images, & Information For Insects, Spiders & Their Kin For the United States & Canada. Contributed on 16 February, 2004 - 12:32pm. Additional contributions by cotinis, Steve Nanz, John VanDyk, Beatriz Moisset, Robin McLeod, Lynette, Tony-2, Chris Wirth, Chuck Entz, J.D. Roberts, Maury Heiman, JohnMaxwell22, Abigail Parker. Last updated 23 October, 2010 - 8:23am. Copyright©2003-2011 Iowa State University. http://bugguide.net/node/view/82#etymology. Diakses pada Tanggal 3 February 2011.
  • Troy Bartlett. 2004c.  Order Lepidoptera - Butterflies and Moths. Identification, Images, & Information For Insects, Spiders & Their Kin For the United States & Canada. Contributed on 16 February, 2004 - 12:32pm. Additional contributions by jvandyk, cotinis, Hannah Nendick-Mason, John VanDyk, Beatriz Moisset, Robin McLeod, Lynette, Chris Wirth, Chuck Entz, ceiseman, v belov. Last updated 20 October, 2010 - 9:32am. Copyright©2003-2011 Iowa State University. http://bugguide.net/node/view/57. Diakses pada 3 Februari 2011.

MOLTING PADA SERANGGA: BAGAIMANA ITU TERJADI?

ALASAN - PROSES - PENGATURAN DAN PENGENDALIAN HORMON

Yos F. da Lopes - Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering (MPLK) Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Jl. Adisucipto Penfui P. O. Box. 1152 Kupang 85011 - Nusa Tenggara Timur


Molting atau sebut saja “pergantian kulit” adalah suatu proses yang kompleks dan dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh serangga. Molting meliputi  lapisan kutikula dinding tubuh, lapisan kutikula trakea, foregut, hindgut, dan struktur endoskeleton (McGavin 2001; Triplehorn & Johnson, 2005). Molting dapat terjadi sampai tiga atau empat kali, bahkan pada beberapa serangga tertentu, molting dapat terjadi sampai lima puluh kali atau lebih selama hidupnya (McGavin, 2001).

Mengapa serangga perlu melakukan molting atau pergantian kulit?

Serangga, termasuk arthropda lainnya (kalajengking, udang, lobster, dan lain-lain), memiliki kerangka luar yang disebut dengan eksoskeleton. Dalam pertumbuhannya, serangga akan tiba pada titik dimana otot-otot tubuhnya tidak cukup kuat untuk mengangkat massa eksoskeletonnya. Exoskeleton ini menutupi sekeliling tubuhnya, tetapi tidak dapat tumbuh. Jadi, tubuh serangga mengalami pertumbuhan (penambahan volume dan massa) tetapi eksoskeletonnya tetap pada konstruksinya atau tidak mengalami pertumbuhan. Akibatnya, serangga harus melakukan molting beberapa kali selama hidupnya agar tetap eksis dan “survive” atau bertahan hidup untuk meneruskan generasinya, suatu bentuk adapatasi yang tidak hanya rumit tetapi juga sungguh luar biasa dan mengagumkan.

Bagaimana proses molting ituterjadi?

Proses molting pada serangga, setidaknya, melewati tiga tahap, yaitu apolysis, ecdysis, dan sklerotinisasi. Ketiga tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Gambar 1)
  1. Apolysis ― Pelepasan kutikula lama. Pada tahap ini, hormon molting dilepaskan ke dalam haemolymph dan kutikula lama terpisah dari sel epidermis yang berada di bawahnya. Ukuran epidermis akan meningkat karena mitosis dan kemudian kutikula baru dihasilkan. Enzim yang disekresikan oleh sel epidermis mencerna endokutikula lama.
  2. Ecdysis ― Pembentukan kutikula baru. Tahap ini dimulai dengan pemisahan kutikula lama, biasanya dimulai pada garis tengah sisi dorsal thoraks. Pemisahan terjadi,terutama, karena tekanan haemolymph yang dipaksa masuk menuju thoraks oleh kontraksi otot abdomen yang disebabkan karena serangga menerima udara atau air. Setelah ini, serangga akan  keluar dari kutikula lama.
  3. Sclerotinisasi ― Pengerasan kutikula baru. Kutikula baru yang baru terbentuk, sangat lembut dan pucat sehingga ini merupakan saat yang sangat rentan bagi serangga. Dengan demikian, serangga harus melakukan pengerasan (hardening) terhadap kutikula baru tersebut. Sklerotinisasi terjadi setelah satu atau dua jam, dimana eksokutikula akan mengeras dan menjadi gelap. Pada serangga dewasa, sayap akan berkembang karena kekuatan haemolymph yang masuk melalui vena sayap (McGavin, 2001; Triplehorn & Johnson, 2005).
 Apa yang berperan dalam molting serangga?

Jawaban yang paling mungkin atau pasti adalah “hormon”. Hormon adalah sinyal kimia (chemical signals) atau pembawa pesan kimia (chemical messenger) yang dikirim dari sel dalam bagian tubuh tertentu ke sel-sel dalam bagian tubuh lainnya pada individu organisme yang sama.
  • Ketika serangga, pada pertumbuhannya, tiba waktunya untuk mendapatkan eksoskeleton yang baru, input sensorik dari tubuh serangga mengaktifkan sel-sel saraf (neurosecretory cells)  tertentu dalam otak. Sel saraf ini menanggapinya dengan mengeluarkan hormon otak yang memicu corpora cardiaca untuk melepaskan prothoracicotropic hormone (PTTH) ke dalam sistem peredaran darah. PTTH selanjutnya merangsang kelenjar prothoracic (prothoracic glands) untuk mengeluarkan hormone molting, yaitu ecdysteroids atau 20-hydroxyecdysone steroids (Meyer, 2005). Dari sinilah proses molting mulai berlangsung, diawali dengan peningkatan titer 20HE dan diakhiri dengan penurunan titer 20HE dan pelepasan hormon eclosion (Klowden, 2007).
Bagaimana pengaturan atau pengendalian hormon dalam molting serangga? 

Molting pada serangga diatur oleh hormone molting, 20-hydroxyecdysone steroids (ecdysterone atau ecdysteroids, selanjutnya disingkat dengan 20HE), JH-sesquiterpenoid, hormon eclosion, dan hormon bursicon (Klowden, 2007).
  • Peningkatan titter 20HE mengakibatkan epidermis terpisah dari kutikula lama (apolysis) sehingga menciptakan ruangan antara kutikula dan epidermis (ruang eksuvial), selanjutnya ruang exuvial diisi oleh cairan molting yang mengandung enzim inaktif, chitinolytic (chitinase dan protease), yang mampu mencerna kutikula lama begitu teraktivasi (Klowden, 2007). Sementara itu, sel-sel epidermis terorganisir kembali untuk sintesis sejumlah besar protein serta sekresi epikutikula dan kutikula baru. Setelah titer 20HE mulai menurun, enzim dalam cairan molting diaktifkan untuk memulai proses pencernaan prokutikula (endokutikula yang tidak tersklerotisasi). Setelah proses ini selesai, cairan molting diserap kembali dan pengerasan pra-ecdysial kutikula baru berlangsung (Reynolds, 1987). Akhirnya, saat titer 20HE menurun ke tingkat basal, kutikula lama terlepas (ecdysis) dengan diawali pelepasan crustacean cardioaktive peptide (CCAP), hormon eclosion, dan ecdysis-triggering hormone, yang bersama-sama bekerja pada sejumlah target didalam memastikan selesainya proses molting (Klowden, 2007). Hormon Eclosion (EH) memulai pelepasan CCAP dari sel-sel ventral ganglion yang menonaktifkan perilaku pre-ecdysis dan bersama-sama dengan EH mengaktifkan perilaku ecdysis. CCAP bertanggung jawab sebagai motor pemicu dalam menyelesaikan ecdysis. EH juga terlibat bersama hormone bursicon untuk pengerasan kutikula (Klowden, 2007).
Apa peranan Hormon Juvenile (JH) dalam Molting Serangga?

Dalam pembahasan tentang pengaturan hormon pada molting serangga, sepertinya tidak disinggung tentang peran hormon Juvenil dalam proses tersebut dan ini pasti membuat anda bertanya-tanya:
“Bagaimana aksi hormon juvenile itu?” Dimana ia diproduksi?” Apa peranannya dalam molting?”

Berikut ini adalah jawabannya:

  • JH dihasilkan oleh Corpora allata, pasangan organ neurohemal lainnya, terletak tepat di belakang corpora cardiac dalam system endokrin serangga. 
  • JH menghambat perkembangan karakteristik dewasa selama fase pradewasa dan mendorong kematangan seksual selama fase dewasa (Meyer, 2005; Klowden, 2007).
  • JH dihasilkan selama instar larva atau nimfa, dimana pada molting larva→larva (serangga holometabola) JH menghambat perkembangan larva menuju pupa, pada molting nimfa→nimfa (serangga hemimetabola) dihasilkan untuk menghambat gen-gen yang mempromosikan perkembangan karakteristik dewasa, misalnya, sayap, organ reproduksi, dan alat kelamin eksternal, sehingga  menyebabkan serangga untuk tetap "immature" (dalam nimfa atau larva). 
  • Saat menjelang dewasa (nimfa) dan menjelang pupasi (larva) JH semakin menurun dan menjadi tidak ada atau tidak aktif saat nimfa menjadi dewasa dan larva menjadi pupa. 
  • JH akan diaktifkan atau dihasilkan kembali saat serangga memasuki kematangan seksual atau siap untuk reproduksi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam molting, JH berperan sebagai pengontrol perkembangan serangga dari pradewasa (immature) menuju dewasa (adult) melalui pengaturan konsentrasinya yang sesuai.

Penutup
  1. Serangga melakukan molting atau pergantian kulit karena penambahan ukuran atau volume tubuhnya tidak diikuti dengan pembesaran kutikula atau eksoskeleton yang menutupi tubuhnya.
  2. Molting dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh serangga, dan proses ini meliputi penggantian lapisan kutikula dinding tubuh, lapisan kutikula trakea, foregut, hindgut, dan struktur endoskeleton.
  3. Perubahan morfologi dan ultra-struktural yang terjadi pada epidermis selama pertumbuhan dan perkembangan serangga tergantung pada pengaturan ekspresi gen dengan titer yang berbeda dari 20HE dengan ada atau tanpa JH. Setiap gangguan dalam homeostasis terhadap produksi hormon-hormon ini akan mengakibatkan pertumbuhan atau perkembangan yang abnormal pada serangga sasaran. Demikian pula, setiap gangguan pada hormon-hormon yang terlibat dalam sintesis dan/atau resorpsi kutikula akan merugikan kelangsungan hidup pada tahap perkembangan yang terpengaruh.

Referensi:

  • Gullan, D. J. and Cranston, P. S. (2005) The Insects: An Outline of Entomology Blackwell Publishing Ltd, UK.
  • John R. Meyer. 2005. “Hormonal Control of Molting & Metamorphosis”. General Entomology. ENT 425. Department of Entomology. NC State University. Last Updated: 8 April 2009. http://www.cals.ncsu.edu/course/ent425/library/tutorials/internal_anatomy/molting.html.
  • Klowden MJ. 2007. Physiological Systems in Insects. Second Edition. Academic Press, Elsevier. Burlington, 01803, USA. 688p.
  • McGavin, G. C. (2001) Essential Entomology; An order by order introduction. Oxford University Press, New York.
  • Reynolds SE. 1987. The cuticle, growth and moulting in insects: the essential background to the action of acylurea in¬secticides. Pestic. Sci. 20:131–46.
  • Triplehorn, C. A. and Johnson, N. F. (2005) Borror and DeLong’s Introduction to the Study of Insects (7th Ed). Brooks/Thomson Cole USA.

SEPERTI APAKAH SERANGGA MELAKUKAN MOLTING? SIMAK SAJA VIDEONYA

MOLTING PADA CICADA (HOMOPTERA: CICADIDAE)



VIDEO TELAH DIPERCEPAT HINGGA 200 KALI
 

Original Source:

VIDEO TELAH DIPERCEPAT HINGGA 200 KALI