Materi Kuliah Perlindungan Tanaman
Kehidupan dan perkembangan hama tanaman dipengaruhi oleh faktor dalam (intern) yang dimiliki jenis hama itu sendiri dan faktor luar(ekstern), yaitu kondisi lingkungan, tempat hama melakukan aktivitasnya.
FAKTOR DALAM
A. Kemampuan Berkembang Biak
Kemampuan berkembang biak setiap hama berbeda-beda. Misalnya: penggerek padi putih (Tryporyza innotata) dapat bertelur rata-rata 150 butir dan maksimum 420 butir, kumbang beras (Sitophillus oryzae) bertelur maksimum 575 butir, lembing batu (Scotinophara sp.) selama hidupnya dapat menghasilkan telur 300-680 butir, Ngengat Heliothis assulta dapat bertelur 500-2.000 butir.
Tinggi rendahnya kemampuan berkembang biak dipengaruhi oleh kecepatan berkembang biak" dan "perbandingan kelamin" (sex ratio). Hama tersebut semakin cepat berkembang biak, semakin tinggi kemampuan berkembangbiaknya. Perbandingan kelamin binatang umumnya 1:1. Misalnya: penggerek padi putih 1:2 (lebih banyak betina), kutu daun kelapa (Aspidiotus destructor), bila keadaan makanan cukup, perbandingan kelamin jantan dengan betina bisa 1:3. Namun, bila makanan kurang, bisa terjadi 90% jantan sehingga populasi berikutnya menurun.
Kecepatan berkembang biak dipengaruhi lagi oleh "keperidian" dan "jangka waktu perkembangan". Keperidian adalah besarnya kemampuan jenis hama untuk melahirkan keturanan baru, sedangkan jangka waktu perkembangan adalah waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan sejak dilahirkan atau telur dikeluarkan sampai masak kelamin (mulai dapat berkembang biak).
Waktu perkembangan (daur hidup) serangga hama umumnya relatif pendek. Misalnya: Ulat kubis (Plutella xylostella L.) 2-3 minggu, Wereng cokelat (Nilaparvata lugens) 21-28 hari, Ulat titik tumbuh kubis (Crocidolomia binotalis) 22-32 hari, Penggerek padi putih (Tryporyza innotata) 34-40 hari, Kumbang beras (Sitophillus oryzae) 30-45 hari, Kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) ± 100 hari, Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn.) 42-56 hari.
B. Sifat Mempertahankan Diri
Hama tanaman mempunyai alat dan kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap gangguan organisme lain di sekitarnya. Bentuk alat pertahanan tersebut bermacam-macam. Ada yang berupa bulu-bulu tajam, selubung, racun, bau-bauan, atau warna yang mirip tempat tinggalnya.
Contoh beberapa jenis hama dengan alat pertahanannya:
- Ulat kantong (Metisa plana Wlk.) membuat kantong sebagai tempat tinggal. Bila diganggu, ia akan segera menutup pintu kantong dan sembunyi di dalamnya.
- Walang sangit (Leptocorixa acuta Thumb.) mengeluarkan bau kurang sedap.
- Belalang setan (Aularches miliaris), bila dipegang, akan mengeluarkan cairan berbau busuk.
- Ulat perusak daun jeruk (Papilio memnon atau Papilio memnon agenor), bila diganggu, akan mengeluarkan bau yang menyengat hidung.
- Ulat api (Darna trima Mr., Thosea asigna Mr., dan Setora nitens Wlk.) memiliki bulu beracun sehingga bila terkena kulit akan terasa panas.
- Wereng cokelat (Nilaparvata lugens) berwarna cokelat, mirip pangkal rumpun padi, tempat mereka beristirahat dan makan.
- Wereng hijau (Nephotettix spp.) berwarna hijau mirip daun padi.
- Ulat tanah (Agrotis ipsilon) berwarna cokelat sampai hitam mirip warna tanah tempat persembunyiannya.
- Ulat kubis (Plutella xylostella dan Crocidolomia binotalis) berwarna hijau mirip daun kubis sehingga selintas tidak tampak, dan petani kadang-kadang baru mengetahuinya setelah ada bekas serangan.
C. Umur Imago
Umur imago mempengaruhi peningkatan populasi hama. Semakin lama umur imago betina, semakin banyak pula kesempatan untuk bertelur. Bila keadaan (kondisi) lingkungan mendukung, imago bisa mencapai umur maksimal.Kisaran umur imago beberapa jenis hama, antara lain sebagai berikut: Ngengat penggerek padi putih (Tryporyza innotata) 4-14 hari, Kepinding tanah (Scotinophara lurida Brum.) ± 7 bulan, Kepik Helopeltis theivora 5-10 hari, Kumbang Sitophillus sp. 3-5 bulan, Walang sangit (Leptocorixa acuta Thumb.) 21-115 hari, Jangkrik (Gryllus mitratus Burmeister) 15-30 hari, Kepik hijau (Nezara viridula L.) 5-47 hari.
FAKTOR LUAR
Faktor luar adalah keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan hama tanaman. Populasi hama sifatnya dinamis. Jumlah tersebut bisa naik, bisa turun, atau tetap seimbang, tergantung keadaan lingkungan. Bila kondisi lingkungan cocok, populasi hama berkembang pesat.
A. Iklim
Pengaruh Suhu. Serangga adalah organisme berdarah dingin (poikilotermal), dimana suhu tubuhnya sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Setiap serangga memiliki kisaran suhu tertentu. Di luar kisaran suhu yang ideal, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Dekat titik minimum dan maksimum, serangga masih dapat bertahan hidup, tetapi tidak aktif. Keadaan ini dikenal dengan istilah "tidur" (diapauze). Keadaan tidak aktif karena berada dekat titik minimum disebut "tidur dingin" (hibernation), sedangkan yang terjadi dekat titik maksimum disebut "tidur panas" (aestivation). Kisaran suhu antara titik hibernasi dan titik aestivasi disebut "suhu efektif". Untuk melakukan aktivitasnya, setiap serangga memiliki kisaran suhu masing-masing.
Suhu optimal bagi kebanyakan serangga adalah 26°C. Situasi hibernasi umumnya dimulai pada suhu 15°C, dan aestivasi pada suhu 38°C-45°C. Pada suhu optimum, kemampuan hama untuk melahirkan keturunan amat besar, dan kematian (mortalitas) sedikit. Misalnya, kumbang beras (Sitophillus oryzae) suhu efektifnya 26°C-29°C. Bila lebih dari 35°C, kumbang tersebut tidak bisa bertelur. Umur hama pun dipengaruhi suhu lingkungan. Wereng cokelat betina dewasa (Nilaparvata lugens) pada suhu 25°C dapat mencapai umur 42 hari, pada suhu 29°C mencapai 30 hari, dan pada suhu 33°C hanya mampu mencapai 9 hari.
Pengaruh Kelembapan. Kelembapan besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama. Bila kelembapan sesuai dengan kebutuhan hidup serangga, serangga tersebut cenderung tahan terhadap suhu-suhu ekstrim. Pada suhu 18°C dengan kelembapan 70%, perkembangan telur hama gudang (Sitophillus oryzae) sampai menjadi dewasa membutuhkan waktu 110 hari. Sedangkan, pada suhu 18°C tetapi kelembapannya mencapai 89%, perkembangannya hanya membutuhkan waktu 90 hari. Aktivitas penyerangan pun dipengaruhi kelembapan. Hama gudang baru bisa menyerang apabila kadar air beras atau jagung di atas 14%. Hama thrips akan berkembang biak dengan normal pada kelembapan di atas 70%.
Pengaruh Curah Hujan. Air merupakan kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup. Begitu pula bagi hama tanaman pertanian. Bila air berlebihan, akan berakibat tidak baik terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan organisme hama. Banjir dan hujan deras bisa menimbulkan kematian kupu-kupu yang sedang beterbangan, Derasnya aliran air dapat menghanyutkan hama tanaman. Beberapa hama, seperti ulat daun kubis (Plutella xylostella) dan tungau, tidak tahan terhadap curah hujan yang besar sehingga pada keadaan demikian populasinya akan menurun.
Pengaruh Cahaya. Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama tanaman. Beberapa jenis hama mempunyai reaksi positif terhadap cahaya. Misalnya Penggerek padi putih (Tryporyza innotata), wereng cokelat (Nilaparvata lugens), anjing tanah (Gryllotalpa africana), waiang sangit (Leptocorixa acuta), kumbang katimumul hijau (Anomala viridis), dan kumbang beras (Sitophillus oryzae) tertarik cahaya lampu pada malam hari. Ada beberapa hama yang aktif pada saat tidak ada cahaya atau malam hari (nokturnal), misalnya ulat grayak (Spodoptera litura), tikus (Rattus-rattus sp.), ulat tanah (Agrotis ipsilon), dan jenis kalong (Pteropus sp.). Banyak pula hama yang aktif pada siang hari (diurnal), seperti waiang sangit, wereng cokelat, dan belalang kayu (Valanga nigricornis).
Pengaruh Angin. Angin berpengaruh terhadap perkembangan hama, terutama dalam proses penyebaran hama tanaman. Misalnya: Kutu daun (Aphid) dapat terbang terbawa angin sejauh 1.300 km. Kutu loncat (Heteropsylla cubana), penyebarannya dipengaruhi oleh angin. Seperti halnya pada tahun 1986, pernah terjadi letusan hama (outbreak atau explosive) kutu loncat lamtoro gung pada daerah yang luas dalam waktu relatif singkat. Belalang kayu (Valanga nigricornis zehntneri Krauss), bila ada angin dapat terbang sejauh 3 km-4 km. Selain mendukung penyebaran hama, angin kencang bisa menghambat bertelurnya kupu-kupu, bahkan sering menimbulkan kematian.
B. Tanah
Struktur dan kelembapan tanah berpengaruh besar terhadap kehidupan hama. Tanah berstruktur gembur, dengan kandungan bahan organik tinggi, dan kelembapan yang cukup, dapat mendukung perkembangan hama yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam tanah. Belalang kayu (Valanga nigricornis zehntneri Krauss) dan bekicot (Achatina fulica) meletakkan telurnya di dalam tanah yang gembur. Ulat tanah (Agrotis ipsilon), untuk pembentukan pupa dan bersembunyi pada siang hari, membutuhkan tanah yang gembur. Ulat heliothis (Heliothis armigera), penggerek buah durian (Hypoperigea leprosticta), ulat buah mangga (Philotroctis eutraphera Meyr), ulat petal (Mussidia pectinicornella Hamps), lalat buah (Bactrocera sp.), ulat titik tumbuh kubis (Crocidolomia binotalis), dan lain-lain menghendaki tanah gembur sebagai tempat berkepompong. Kumbang badak (Oryctes rhinoceros Linnaeus), kumbang catut (Dynastes gideon), dan kumbang katimumul (Holotrichia helleri), sebagian hidupnya berada di dalam tanah yang lembap, gembur, dan banyak mengandung bahan organik.
C. Tanaman Inang
Tanaman inang adalah tanaman yang menjadi makanan dan tempat tinggal organisme hama. Bila tanaman yang disukai terdapat dalam jumlah banyak, populasi hama cepat meningkat. Sebaliknya, bila makanan kurang, populasi hama akan turun. Pada musim kemarau (ketika tanaman padi tidak ada) sampai pengolahan tanah musim berikutnya, populasi tikus menurun dengan cepat sampai 70%. Kutu daun kelapa (Aspidiotus destructor rigidis), pada saat makanan kurang tersedia, akan menghasilkan keturunan hampir seluruhnya berkelamin jantan. Kumbang tembakau (Lasioderma serricorne) yang merupakan hama gudang, bila diberi makan bungkil kacang, hidupnya hanya 34-39 hari, sedang bila diberi daun tembakau kering, umurnya bisa mencapai 42-63 hari. Selain jumlah tanaman yang disukai, sifat tanaman pun mempengaruhi perkembangan hama tanaman. Ada tanaman yang tahan terhadap gangguan hama (resisten); ada pula tanaman yang tidak tahan (peka) terhadap hama.
Tanaman resisten adalah tanaman yang menderita kerusakan lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat populasi hama dan keadaan lingkungan yang sama. Pada tanaman yang tahan, kehidupan dan perkembangbiakan hama akan terhambat. Penyebab resistensi tanaman, antara lain, adalah hal-hal berikut ini:
1. Antibiotik dalam Tubuh Tanaman
Antibiotik adalah semua pengaruh fisiologis pada serangga hama yang sifatnya sementara atau tetap, sebagai akibat serangga tersebut makan dan mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu. Bila suatu serangga dipindahkan dari tanaman yang tidak memiliki antibiotik ke tanaman yang memiliki antibiotik, akan terlihat gejala penyimpangan fisiologis pada serangga tersebut. Bentuk penyimpangan bisa berupa kematian larva, pengurangan laju pertumbuhan, peningkatan mortalitas (kematian) pupa, imago tidak bisa keluar dari pupa, morfologi imago tidak normal, dan lain-lain. Keadaan ini bisa terjadi antara lain karena hal-hal berikut ini:
- Ada metabolik toksik pada jaringan tanaman (alkaloid, glukosid, dan quinon).
- Unsur hara utama yang dibutuhkan serangga tidak terdapat pada tanaman inang.
- Perbandingan unsur hara yang tersedia dalam tubuh tanaman tidak seimbang (tidak sesuai) dengan kebutuhan serangga.
- Ada enzim-enzim yang mampu menghalangi proses pencernaan ma-kanan dan pemanfaatan unsur hara oleh serangga hama.
- Antibiotik yang telah dimanfaatkan untuk pengendalian hama, antara lain:
- Kandungan gosipol pada kapas, untuk ketahanan terhadap hama heliothis;
- Pengurangan kadar asparagin pada varietas padi agar tahan terhadap wereng cokelat;
- Kandungan dimboa (glucoside) pada tanaman jagung, untuk ketahanan terhadap penggerek batang Ostrinia furnacalis.
2. Nonpreference (Ketidaksukaan)
Nonpreference ialah adanya rasa ketidaksukaan serangga hama terhadap tanaman untuk makan, berkembang biak, dan berlindung. Kumbang mentimun (Diabrotica undecimpunctata Howardi) lebih menyukai mentimun yang memiliki kandungan kukurbitasin (suatu zat attraktan dan penggairah makan) tinggi dibanding dengan jenis mentimun lain yang kandungan kukurbitasinnya sedikit. Wereng daun kapas (Empoasca sp.) tidak menyukai tanaman kapas yang berbulu karena bulu-bulu tersebut menghalangi alat mulutnya (rostrum) dalam mengisap cairan tanaman. Penggerek padi kuning (Tryporyza incertulas) tidak menyukai kulit batang padi yang keras.
3. Sifat Toleran
Sifat "toleran" dalam resistensi tanaman ialah suatu kemampuan tanaman untuk menyembuhkan luka akibat serangan hama atau pertumbuhan tanaman yang lebih cepat sehingga serangan hama kurang berpengaruh terhadap basil bila dibandingkan dengan tanaman lain yang peka (rentan). Sifat toleran menunjukkan reaksi tanggap (respons) tanaman terhadap serangan hama. Sifat ini merupakan kebalikan dari mekanisme antibiotik dannonpreference sehingga ada beberapa ahli yang memisahkan antara sifat toleran dan resistensi tanaman.
D. Faktor Hayati
Prinsip faktor hayati adalah organisme yang berada dalam lingkungan hama tersebut. Faktor hayati dapat berupa binatang, bakteri, cendawan, dan virus yang menghambat perkembangbiakan hama tanaman karena memakan-nya, memparasiti, menjadi penyakit hama, atau bersaing dalam mencari makanan dan ruang hidup.
Binatang yang membunuh dan memakan binatang lain disebut "predator", sedangkan binatang yang dimakannya disebut "mangsa". Ukuran predator biasanya lebih besar daripada mangsanya. Predator hama amat banyak macamnya.
Parasit adalah binatang atau serangga yang hidupnya tergantung dari binatang atau serangga lain. Binatang yang digunakan sebagai tempat hidup dan makannya, disebut "inang". Ukuran parasit umumnya lebih kecil daripada inangnya. Bila predator memerlukan beberapa mangsa untuk melengkapi perkembangannya, parasit hanya memerlukan seekor inang saja. Parasit dapat menyerang telur, larva, nimfa, kepompong, dan inang dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar