10 September 2012

MONOCROTOPHOS - BAGIAN 6


I. ABSORPSI, DISTRIBUSI, EKSKRESI DAN METABOLISME PADA MAMALIA

Monocrotophos adalah secara sistemik diserap jika tertelan, terhirup atau kontak dengan kulit. Absorpsi dermal monocrotophos berlabel-C pada manusia sekitar 22% dari dosis tunggal aplikasi (dalam aseton) dalam 24 jam. Absorpsi oral pada hewan percobaan efektif 100% dari dosis yang diuji.

Monocrotophos dengan cepat diserap dan diekskresikan, terutama dalam urin, dalam waktu 24 jam setelah pemberian dosis oral pada hewan pengerat. Sangat kecil residu yang terakumulasi dalam jaringan. Monocrotophos yang tidak mengalami perubahan ditemukan dalam urine tikus lebih dari 30% dosis uji. Setelah pemberian oral monocrotophos pada tikus dan kambing, senyawa induk, N-methyl acetoacetamide dan 3-hydroxy-N-methyl butyramide terdeteksi dalam urin.
Ada variasi dalam tingkat penyerapan, metabolisme dan eliminasi tapi secara keseluruhan jalur metabolisme monocrotophos tampaknya serupa antara spesies. Jalur metabolik pada mamalia dipastikan berada terutama dalam rute detoksifikasi yang melibatkan pembongkaran ester monocrotophos (Rotterdam Convention, 2005).

J. MANAJEMEN RESISTENSI

Umumnya monocrotophos dianggap sebagai bahan kimia yang dapat digunakan dalam rotasi dengan kelompok bahan kimia lainnya dalam program untuk membatasi pengembangan resistansi bahan kimia terutama untuk mengendalikan hama pada tembakau yang digunakan dalam rotasi dengan karbamat dan piretroid sintetik (National Registration Authority for Agricultural and Veterinary Chemicals, Australia, 2000). Industri Hortikultura Queensland memiliki izin “off-label “ untuk menggunakan monocrotophos dalam program rotasi untuk mengurangi pengembangan resistensi bahan kimia pada western flower thrips. Monocrotophos memiliki aktivitas spektrum yang luas sehingga dapat digunakan terhadap berbagai macam hama. 

“APAKAH MONOCROTOPHOS MASIH LAYAK DIGUNAKAN?”

Untuk menilai apakah monocrotophos masih layak digunakan atau tidak, akan dilihat melalui dampak yang ditimbulkannya, baik terhadap organisme sasaran dan organisme bukan sasaran, lingkungan dan ekosistem serta dampaknya terhadap kesehatan manusia selain residu dan toksisitasnya, diuraikan berikut ini.

DASAR PEMIKIRAN: 

  • Monocrotophos memiliki spectrum yang sangat luas dengan daya racunnya yang tinggi sehingga di samping membunuh organisme sasaran, monokrotophos juga ikut membunuh organisme bukan sasaran atau organisme-organisme bermanfaat, seperti musuh alami hama dan serangga-serangga penyerbuk.  
  • Selain itu, monocrotofos juga diketahui memiliki fitoksisitas pada beberapa varietas sorgum dan apel ((National Registration Authority for Agricultural and Veterinary Chemicals, Australia, 2000).
  • Monocrotophos cukup beracun bagi ikan jika tercemar dalam air. Monocrotopos juga diketahui menyebabkan kerusakan Crustacea jika terpapar dalam jangka waktu yang lama, selain membunuh burung akibat memakan serangga mati akibat monocrotophos (telah diuraikan pada bagian H.2). Dengan demikian, penggunaan monocrotophos secara tidak langsung akan berpengaruh pada langkahnya satwa liar dan rusaknya ekosistem air.
  • Dilihat dari dampaknya terhadap kesehatan manusia. Monocrotophos memiliki daya racun yang tinggi sehingga dapat menimbulkan keracunan pada manusia (bagian E.2.2 dan G.2), dan efek kronis (bagian E.3.2). Dengan demikian, penggunaan monocrotophos dapat dikatakan belum aman bagi kesehatan manusia.
  • Selain itu, penggunaan monocrotophos diketahui telah menimbulkan resistensi beberapa jenis hama dan beberapa jenis hama telah mengembangkan resistensi terhadapnya (seperti yang dikemukakan pada bagian H.1.1 dalam tulisan ini). Akibatnya, penggunaan monocrotophos selanjutnya dengan dosis/konsentrasi, cara aplikasi, dan formulasi yang sama tidak akan efektif lagi mengendalikan populasi hama melainkan akan memungkinkan terjadinya ledakan hama. Hal ini akan menambah biaya produksi untuk operasi pengendalian secara kimiawi yang belum tentu memberikan keuntungan. Seperti sebelumnya.
  • Ditinjau dari dampaknya terhadap lingkungan. Monocrotophos memiliki persistensi yang rendah dalam tanah karena bersifat mobile dalam tanah sehingga cepat terbiodegradasi (seperti yang diuraikan pada bagian H.1.1), tetapi tidak ada yang menjamin bahwa air tanah akan aman dari pencemaran oleh monocrotophos. Dengan demikian, monokrotophos bukan tidak mungkin suatu saat akan mencemari lingkungan tanah atau air tanah jika digunakan secara terus menerus tanpa pertimbangan ekologis yang bijaksana.
  • Dilihat aspek residu pada makanan/bahan makanan (bagian G.1). Monocrotophos tidak terdeteksi sebagai residu dalam makanan atau bahan makanan. Walaupun terdapat temuan residu pada beberapa makanan/bahan makanan, kadarnya rendah. Dengan demikian dari aspek residunya untuk saat ini masih aman bagi kesehatan manusia. 

PENILAIAN:

  • Berdasarkan poin 1 – 6, monocrotophos tampaknya tidak sesuai dengan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dimana pengggunaan pestisida hendaknya memberikan produksi pertanian mantap tinggi sehingga penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, mampu menjaga populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras yang secara ekonomi tidak merugikan dan  mengurangi resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan.
  • Jika dilihat dari poin 6 & 7, monocrotophos memiliki memiliki persistensi yang pendek dan residu yang rendah. Dengan demikian, monocrotophos tampaknya masih memiliki peranan penting saat ini, terutama dalam kaitannya dengan strategi pengelolaan resistensi, pengendalian belalang hama dan pengendalian beberapa hama tertentu pada tembakau, kentang, kapas, hortikultura, tanaman hias, dan tanaman sereal.

KESIMPULAN:

Monocrotophos masih layak digunakan dan penggunaannya harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Ini dapat dicapai melalui melalui pengetahuan dan pemahaman yang memadai mengenai sifat fisiokimia monocrotophos itu sendiri, toksisitasnya, dan dampaknya terhadap lingkungan. Selain itu, pengaturan pengawasan pestisida untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, kelestarian alam, dan lingkungan hidup, menjamin mutu dan efektivitas pestisida serta memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida, seperti yang yang tertuang dalam  KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 42/Permentan/SR.140/5/2007 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA.  
Dalam “Review Monocrotophos” oleh National Registration Authority for Agricultural and Veterinary Chemicals di Canberra-Australia pada Januari 2000, dinyatakan bahwa penggunaan monocrotophos mengalami penurunan yang terkait beberapa faktor, diantaranya kekhawatiran tentang keselamatan operator dan toksik terhadap unggas dan spesies non-target, ketidaksesuaian dengan penggunaannya dalam strategi pengendalian hama terpadu, periode withholding yang lama pada beberapa tanaman, ketersediaan alternatif lain yang efektif, kurang berbahaya dan lebih hemat biaya, fitotoksisitas pada beberapa varietas sorgum. 

REFERENSI:

Berrada S., T. X. Nguyen, D. Merzoug, D. Fournier. 1995. Selection for monocrotophos resistance in pear psylla, Cacopsylla pyri (L.) (Hom., Psyllidae). Journal of Applied Entomology Volume 119, Issue 1-5, pages 507–510, January/December 1995. DOI: 10,1111/j.1439-0418.1995.tb01326.x. Article first published online: 26 AUG 2009. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10,1111/j.1439-0418.1995.tb01326.x/abstract. Diakses pada 25 Mei 2011.
EXTOXNET (Extension Toksikologi Network). 1995. Monocrotophos – Pesticide Information Profile. A Pesticide Information Project of Cooperative Extension Offices of Cornell University, Oregon State University, the University of Idaho, and the University of California at Davis and the Institute for Environmental Toxicology, Michigan State University. Major support and funding was provided by the USDA/Extension Service/National Agricultural Pesticide Impact Assessment Program. http://extoxnet.orst.edu/pips/monocrot.htm. Diakses pada 25 Mei 2011.
FAO. 2011. Monocrotophos. Decision Guidance. Corporate Document Repository, produced by: Agriculture and Consumer Protection. http://www.fao.org/docrep/W5715E/w5715e04.htm. Diakses pada 25 Mei 2011.
Heath Council of the Netherlands. 2003. Monocrotophos, Health-based Reassesment of Administratif Occupational Exposure Limits. No. 2000/150sh/073, The Haque, 22 September 2003. Commite on Updating of Occupational Exposure Limits, a commite of the Health Council of the Netherlands. http://www.gezondheidsraad.nl/sites/default/files/00@15OSH073.pdfDiakses pada 25 Mei 2011.
Kegley, S.E., Hill, B.R., Orme S., Choi A.H. 2010. Monocrotophos - Identification, toxicity, use, water pollution potential, ecological toxicity and regulatory information - PAN Pesticide Database. Pesticide Action Network, North America (San Francisco, CA, 2010). http://www.pesticideinfo.org/Detail_Chemical.jsp?Rec_Id=PC33331. Diakses pada 25 Mei 2011.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 42/Permentan/SR.140/5/2007 Tentang Pengawasan Pestisida. http://www.promedia.co.id/ppvtpp/files/27Permentan-42-07.pdf. Diakses pada 30 Mei 2011
Lampiran Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor:    881 / MENKES / SKB/VIII/1996-711/Kpts/TP.270/8/1996 Tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian. http://www.deptan.go.id/bdd/admin/km_terkait/KepmenTerkait-711-96.pdf. Diakses pada 30 Mei 2011.
Muralimohan K; Sannaveerappanavar V.T; Srinivasa Y.B. 2007. Resistance to monocrotophos in the coconut black-headed caterpillar: Outlining development of resistance in asynchronous populations. Pest Management in Horticultural Ecosystems Year: 2007, Volume: 13, Issue: 2. http://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:pmhe&volume=13&issue=1&article=001. Diakses pada 25 Mei 2011.
National Registration Authority for Agricultural and Veterinary Chemicals Australia, 2000. The NRA Review of Monocrotophos. Series 00.1 ISSN No.  1443 – 2528. Canberra, Australia. http://www.apvma.gov.au/products/review/docs/monocrotophos_summary.pdf. Diakses pada 25 Mei 2011. 
PAN-UK. 1997. Monocrotophos. First appeared in Pesticides News No.38, December 1997, p20-21. http://www.pan-uk.org/pestnews/Actives/monocrot.htm. Diakses pada 25 Mei 2011.
Rotterdam Convention. 2005. Monocrotophos. Decision Guidance Document - Operation of the Prior Informed Consent (PIC) procedure for banned or severely restricted chemicals in international trade. Secretariat for the Rotterdam Convention on the Prior Informed Consent Procedure for Certain Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade. http://www.pic.int/DGDs/DGD_Monocrotophos_EN.pdf. Diakses pada 25 Mei 2011.
World Health Organization (WHO), Regional Office for South-East Asia. 2009. Health implications from monocrotophos use: a review of the evidence in India. ISBN 978-92-9022-345-0 (NLM classification: WA 240). World Health Organization, Regional Office for South-East Asia, Indraprastha Estate, Mahatma Gandhi Marg, New Delhi 110 002, India. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Publications_and_Documents_SEA-EH-559_.pdf. Diakses pada 25 Mei 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar